- Kepulauan Bangka Belitung merupakan habitat sejumlah penyu, lir penyu sisik dan penyu hijau. Pulau Begadung, merupakan salah satu pulau yang bekerja lokasi penyu sisik menang. Namun, aktivitas nelayan dan sampah para wisatawan yang berpunca membentuk bilangan populasi penyu sisik yang berpunca bekernyit.
- Sampah, terutama plastik, selain mengganggu tanahraya menang penyu sisik, juga mengurangi keindahan Pulau Begadung.
- Wisata Pulau Begadung sukat ini dikelola pemerintah Desa Tanjung Pura. Selain unit sampah, selama pandemi ini, problem lainnya adalah banter pengunjung yang berpunca tanpa berakidah protokol kesehatan, lir menggunakan masker dan menggembala jarak.
- Ada 14 kurik atau pulau penyimpangan tapak penyu alami di Kepulauan Bangka-Belitung. Antara lain Pulau Bedukang, Pulau Semujur, Pulau Panjang, Pulau Ketawai, Pantai Merapin, Pulau Gelasa, Pulau Lepar, Pulau Pongok, Pulau Salma, Pulau Langer, Pulau Piling, Pulau Lengkuas, Pulau Pesemut dan Pulau Begadung.
Baca sebelumnya: Pesona Pulau Begadung yang Bebas Tambang Timah dan Bom Ikan
**
Kepulauan Bangka Belitung merupakan habitat pecah sejumlah penyu, lir penyu sisik dan penyu hijau. Salah satunya berstatus di Pulau Begadung. Sebuah pulau yang terletak di Selat Bangka, Kabupaten Bangka Tengah. Jumlah penyu sisik yang berpunca ke pulau ini bekernyit setiap tahunnya. Mengapa?
“Penyu sisik yang biasanya bertelur sekitar Februari-Maret mulai berkurang sejak 2004,” ucapan Arif, belahan Karang Taruna Desa Tanjung Pura, Kecamatan Sungai Selan, Kabupaten Bangka Tengah, kepada Mongabay Indonesia, sebab kadet Juni 2020.
Menurut kami, penyebab berkurangnya penyu sisik yang terbit, salah satunya berkat meningkatnya bilangan nelayan yang mengerti ikan di sekitar perairan Selat Bangka. Terutama dekat Pulau Begadung, sejak 2004 itu.
“Sebab, sering penyu mati tersangkut jaring nelayan. Selain itu, para nelayan juga kian sering mengambil telur penyu, saat bermalam di Pulau Begadung,” jelasnya.
“Selain itu, sejak 2005 banyak wisatawan yang berkunjung ke Pulau Begadung. Persoalannya wisatawan meninggalkan sampah, terutama plastik, yang mengganggu proses atau tempat penyu bertelur,” timpal Ramadan, Ketua Karang Taruna Desa Tanjung Pura.

Selain mengusik penyu sisik, sampah yang dibawa pelancong ini juga mengurangi keindahan Pulau Begadung. “Hampir di setiap sudut pulau terdapat tumpukan sampah,” nekat Ramadan.
Itu yang berhasil permasalahan asas Pulau Begadung. Pengunjung ruyup tidak insaf kebersihan, tidak peduli tumbukan sampah terhadap petak pulau.
“Di sisi lain, memang belum ada pengelolaan sampah, sementara wisatawan terus berdatangan, termasuk di masa pandemi corona ini. Sebab, pengunjung memberi pemasukan tambahan bagi para nelayan yang menyewakan perahu,” katanya.

Berdasarkan pantauan Mongabay Indonesia, tumpukan sampah memang ditemukan di sejumlah kurik, terutama dekat lokasi bangsal wisatawan yang berteduh. Tidak ada satu pun tempat sampah atau papan larangan membuang sampah.
Ramadan beragan, pemerintah setempat lajak memberi perhatian terhadap Pulau Begadung. “Kami juga kewalahan, ingin bertindak tegas juga tidak bisa, karena yang dihadapi sesama warga desa di sini,” katanya.

Tidak peduli pendemi corona
Wisata Pulau Begadung sukat ini dikelola pemerintah Desa Tanjung Pura. Selain unit sampah, selama pandemi ini, problem lainnya adalah banter pengunjung yang berpunca tanpa berakidah protokol kesehatan, lir menggunakan masker dan menggembala jarak.
“Kondisi ini membuat kami khawatir, andai pengunjung ada yang membawa virus corona. Hari biasa, yang datang sekitar 20-30 orang. Namun, pada akhir pekan atau seperti libur Idul Fitri lalu, bisa ratusan orang ke pulau ini. Tetapi mau bagaimana lagi, nelayan juga banyak mendapat hasil tambahan,” jelas Ramadan.

Habitat penyu sisik dan hijau
Wahyu Adi, peneliti dan dosen Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Bangka Belitung, kepada Mongabay Indonesia, bercerita kondisi tanah Pulau Begadung sama lir sejumlah pulau lainnya di Kepulauan Bangka Belitung. Rumah pecah penyu menang.
“Pantai berpasir di Pulau Begadung, yang kemiringan sekitar 24-31 derajat, serta adanya naungan vegetasi, sebagai peneduh, merupakan tempat yang cocok untuk penyu bertelur. Suhu dan kelembaban yang stabil, sangat baik untuk telur penyu,” katanya.
Dijelaskan Adi, penurunan populasi penyu di Pulau Bangka, disebabkan beberapa babak. Dimulai meningkatnya penjualan atau konsumsi telur penyu, perubahan fungsi pantai [misalnya menjadi lokasi wisata], juga adanya alat penangkapan ikan tidak santun petak yang membentuk penyu berikut terjaring. “Ditambah lagi rusaknya ekosistem tempat makan penyu, terumbu karang dan padang lamun.”

Berdasarkan peta yang diterbitkan Universitas Bangka Belitung, bersua 14 kurik penyimpangan tapak penyu alami. Ada Pulau Bedukang, Pulau Semujur, Pulau Panjang, Pulau Ketawai, Pantai Merapin, Pulau Gelasa, Pulau Lepar, Pulau Pongok, Pulau Salma, Pulau Langer, Pulau Piling, Pulau Lengkuas, Pulau Pesemut, dan Pulau Begadung.

Sementara jenis penyu yang berkompeten di Kepulauan Bangka Belitung adalah penyu sisik dan penyu hijau. “Namun, populasi penyu yang bertelur di puluhan pulau tersebut masih belum ada data yang pasti,” katanya.

Adi beragan, berbagi pihak teratur akademisi, pelaku berpesiar, pemerintah, NGO, serta masyarakat, agar menggembala populasi penyu. “Misalnya menjaga lokasi peneluran penyu di pantai serta menjaga lokasi pakan penyu seperti padang lamun, alur ruaya, dan mengamankan migrasi penyu di laut,” katanya.
Penegakan hukum harus dijalankan bertepatan jual beli telur penyu. Lalu, para nelayan hendaknya menggunakan alat tangkap santun petak dan melepaskan penyu jika tertangkap, serta mengedukasi masyarakat yang tinggal berkehendak telur dan daging penyu dapat meningkatkan vitalitas pria.
“Jika tidak cepat dilakukan, bukan tidak mungkin populasi penyu akan terus berkurang di Kepulauan Bangka Belitung,” tegasnya.